"Terima kasih Ribut, terima kasih Bertje, terima kasih PSSI," begitulah
gemuruh yang terdengar di Stadion Senayan, 20 September 1987.
Malam
itu, di tengah Ibu Kota Jakarta, puluhan ribu suporter Indonesia
berpesta dan bersukacita setelah timnas senior Indonesia sukses meraih
emas pertama sepak bola di kancah Asia Tenggara.
Ini adalah kali
pertama Indonesia berbicara dalam cabang sepak bola SEA Games sejak
melakoni pertandingan perdana pada 1977. Saat itu, Indonesia memang
sanggup menembus babak semifinal, tetapi gagal mendapatkan medali
perunggu karena didiskualifikasi saat melawan Myanmar.
Dua tahun
berselang Indonesia didaulat menjadi tuan rumah. Skuad Garuda yang
ketika itu bertabur pemain bintang, seperti Ronny Pattinasarani, Rully
Nere, Iswadi Idris, sukses melaju ke partai final. Namun, apa mau
dikata, di hadapan puluhan ribu pendukungnya sendiri, para pemain
Indonesia harus rela melihat penggawa Malaysia-lah yang berdiri di
podium kemenangan.
Kekalahan menyakitkan itu cukup membekas di
benak para pemain Indonesia. Setelah berjuang, berlatih keras dan
menunggu selama enam perhelatan SEA Games, para penggawa timnas
Indonesia akhirnya berkesempatan membalas kekalahan dari Malaysia dengan
disaksikan kembali oleh ratusan juta pendukung sepak bola di Jakarta.
"Tanpa
emas di bola, kejuaraan umum kita belum lengkap," kata Ronny
Pattinasarani sehari setelah pertandingan final melawan Malaysia di SEA
Games 1987. Harapan itu pun menjadi kenyataan. Menit ke-91, menyisir
dari sayap kanan dengan ditempel satu bek Malaysia, Ribut Waidi
menggiring bola dengan lincah.
Lepas dari kawalan, pemain lincah
berambut ikal itu kemudian melepaskan tembakan mendatar ke gawang
Malaysia. Gol! Sontak histeria 120.000 pendukung yang memadati Stadion
Senayan serta jutaan penonton televisi nasional tumpah ruah. Kali ini,
giliran Garuda yang berpesta dan Malaysia merana.
Setelah raihan
emas itu, bisa dibilang, sepak bola Indonesia tengah berada dalam masa
keemasannya. Sederet nama-nama besar, seperti Ronny Paslah, Iswadi
Idris, Herry Kiswanto, Ronny Pattinasarani, Hery Kiswanto, Ricky Yacobi,
dan sebagainya mampu membesarkan Indonesia sebagai "Macan Asia
Tenggara".
Prestasi pun berlanjut pada 1991. Kali ini
giliran Widodo Cahyono Putro dan kawan-kawan yang sukses menorehkan
tinta emas. Dengan diarsiteki oleh pelatih bertangan dingin, Anatoli
Fyodorovich Polosin, Indonesia mampu mempersembahkan emas kedua setelah
mengalahkan Thailand 4-3 lewat adu penalti di Rizal Memorial Stadium,
Manila pada 4 Desember.
Akan tetapi, setelah emas terakhir di
Manila, prestasi sepak bola Indonesia di SEA Games seakan tenggelam.
Stadion Gelora Bung Karno pun menjadi lembah air mata karena 22 anak
bangsa tak lagi berpesta. Di mana-mana terlihat mata fans Garuda menetes
basah karena tak kunjung lagi menjadi juara.
Sejak 1991, raihan
terbaik Indonesia hanya mampu meraih medali perak pada SEA Games 1999
di Brunei dan 2011 di Jakarta. Kini, pada ajang SEA Games 2013 di
Myanmar, ratusan juta masyarakat pun akan kembali menyaksikan apakah
Garuda Muda bisa kembali berpesta atau meneruskan duka sepak bola.
Rekaman perjalanan timnas Indonesia di SEA Games
1977, Kuala Lumpur, Malaysia
Indonesia
pertama kali mengirimkan kontingen sepak bola di ajang SEA Games ini.
Sebelumnya, saat turnamen itu bernama South East Asean Penisular (SEAP)
Games, Indonesia tidak pernah mengirimkan wakil untuk cabang sepak bola.
Akan tetapi, Indonesia gagal berbicara banyak dalam
keikutsertaan pertamanya. Bahkan, sempat terjadi kericuhan di semifinal
saat melawan Thailand pada Jumat, 25 November 1977.
Menurut data Kompas,
26 November 1977, pertandingan tersebut dihentikan wasit pada menit
ke-60, setelah suasana di Stadion Merdeka kacau karena para pemain kedua
pihak terlibat dalam perkelahian bebas. Awal kerusuhan adalah ketika
pihak Indonesia marah atas wasit Othman Omar asal Malaysia.
Wasit
pun pada akhirnya menetapkan Thailand sebagai pemenang dan mereka
otomatis melaju ke final melawan Malaysia. Sementara itu, di perebutan
tempat ketiga melawan Myanmar, Indonesia tidak hadir dengan batas waktu
yang ditentukan sehingga medali perunggu diberikan kepada Myanmar.
1979, Jakarta, Indonesia
Di
ajang ini, Indonesia bangkit dan mampu tampil impresif sepanjang
penyisihan grup yang diisi oleh Malaysia, Thailand, Singapura, dan
Myanmar. Di babak tersebut, Indonesia hanya menelan satu kali kekalahan
saat melawan Thailand 1-3. Indonesia lolos setelah menduduki peringkat
kedua.
Di semifinal, Indonesia mampu membalaskan dendam
kekalahan di putaran grup saat melawan Thailand. Tiga gol penalti Iswadi
Idris, Berti Tutuarima, dan Joko Malis menutup kemenangan 3-1 atas
Thailand di babak adu penalti setelah imbang tanpa gol hingga waktu
normal.
Namun, di partai puncak, Indonesia gagal meraih emas di
hadapan pendukungnya sendiri. Gol tunggal Mokhtar Dahari pada menit
ke-21 membuat Rully Nere dan kawan-kawan harus rela melihat para pemain
Harimau Malaya mengangkat piala.
1981, Manila, Filipina
Indonesia
kembali gagal berbicara banyak di turnamen ini. Meski mampu menembus
babak semifinal, skuad Indonesia yang ketika berada di grup B bersama
Singapura dan Filipina gagal melaju ke final setelah diempaskan Thailand
dua gol tanpa balas.
Di perebutan tempat
ketiga, Indonesia akhirnya mampu memastikan membawa pulang medali
perunggu setelah mengalahkan Singapura 2-0 lewat gol yang diciptakan
Rully Nerre dan Stefanus Sirey.
1983, Singapura
Setelah
meraih perunggu pada turnamen sebelumnya, Indonesia untuk pertama
kalinya di SEA Games gagal lolos dari putaran grup. Pada kejuaraan kali
ini, Indonesia masuk ke dalam grup B bersama Thailand, Brunei, dan
Myanmar.
Di pertandingan pertama, Indonesia dipermalukan raksasa
Asia Tenggara ketika itu, Thailand, setelah kalah 0-5. Meski mampu
menang 2-1 atas Myanmar di laga selanjutnya, peluang Indonesia melaju ke
semifinal tertutup setelah hanya bermain imbang 1-1 dengan Brunei, yang
menemani Thailand ke babak empat besar.
1985, Bangkok, Thailand
Pada
periode ini, sepak bola Indonesia berada dalam masa penempaan untuk
meraih hasil maksimal di ajang internasional. Dua tim pun dibentuk,
yaitu tim PSSI A dan B. PSSI A merupakan pemain-pemain yang
diproyeksikan untuk tampil di SEA Games XIII. Sementara itu, PSSI B
merupakan tim penunjang.
Indonesia yang bergabung di Grup A
bersama Singapura dan Brunei harus menelan pil pahit setelah kalah 0-1
dari Singapura di laga perdana. Di laga kedua Indonesia pun ditahan
imbang 1-1 oleh Brunei. Beruntung, Indonesia bisa lolos ke semifinal
karena Singapura mampu mengalahkan Brunei 3-0 pada laga selanjutnya.
Meski
begitu, Indonesia lagi-lagi bertemu Thailand di babak empat besar.
Hasilnya bisa ditebak, bermain di depan pendukungnya sendiri, tanpa
ampun Thailand mampu mencukur Indonesia tujuh gol tanpa balas.
Penderitaan pun berlanjut di perebutan medali perunggu karena Indonesia
kembali takluk 0-1 dari Malaysia.
"Saya minta maaf kepada
kalian. Kalian tak ada yang salah, semuanya salah saya. Sekali lagi saya
minta maaf," kata pelatih Indonesia saat itu, Harry Tjong, kepada para
pemain di kamar ganti setelah ditaklukkan oleh Malaysia. (Kompas, Selasa 17 Desember 1985).
1987, Jakarta, Indonesia
Berangkat
dari kegagalan dua tahun sebelumnya, Indonesia cukup serius
mempersiapkan tim sepak bola untuk menghadapi SEA Games 1987. Bahkan,
Ronny Pattinasarani, sempat beranggapan agar Indonesia melupakan babak
penyisihan Olimpiade Seoul dan fokus kepada SEA Games di Jakarta.
Pelatih
Bertje Matulapelwa pun kembali memasukkan nama-nama beken seperti Rully
Nere, Ribut Waidi, serta Ricky Yakobi. Tim PSSI A pun semakin
menunjukkan kualitas matang dengan sejumlah uji coba sebelum turnamen
dimulai. Salah satu uji coba tersebut adalah saat menahan imbang 3-3 PSV
Eindhoven pada Juni 1987 di Jakarta.
Upaya keras skuad Garuda
akhirnya mulai terlihat ketika mampu lolos ke semifinal setelah mampu
menahan imbang Thailand 0-0 di penyisihan Grup B. Di babak empat besar,
Myanmar-lah yang menjadi korban keganasan Rully Nere dan kawan-kawan
setelah ditaklukkan 4-1.
Indonesia pun berkesempatan balas
dendam atas kekalahan 0-1 dari Malaysia pada 1979. Puluhan ribu suporter
yang memenuhi Stadion Utama Gelora Bung Karno akhirnya bisa menjadi
saksi mata, Indonesia mampu meraih emas pertama di cabang sepak bola SEA
Games lewat gol semata wayang Ribut Waidi pada menit ke-91.
1989, Singapura
Berstatus sebagai juara
bertahan, Indonesia tampil perkasa di laga perdana Grup B yang juga
dihuni Malaysia, Brunei, dan Filipina. Enam gol tanpa balas mampu
bersarang di gawang Brunei meski Indonesia bermain tanpa Ricky Yakobi
dan Robby Darwis.
Setelah itu giliran Filipina yang jadi korban
Indonesia karena mampu digilas 5-1 berkat gol-gol dari I Made Pasek
Wijaya, Hanafing (2 gol), Ricky, dan Mustaqim. Meski di laga terakhir
kalah 0-1 dari Malaysia, Indonesia tetap lolos karena berstatus sebagai runner-up.
Petaka
datang di semifinal. Menghadapi tuan rumah Singapura, Indonesia
bertanding dengan 10 pemain sejak menit ke-34 dan secara tragis harus
kalah berkat gol semata wayang Fandi Ahmad satu menit sebelum laga usai.
Indonesia pun hanya mampu meraih perunggu setelah mengalahkan Thailand
9-8 lewat babak adu penalti seusai bermain imbang 1-1 hingga waktu
normal.
.... bersambung,.............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar